Jalan Ke Surga Telah Rata
Ass.Wr. wb, saudara-saudara dan sahabat-sahabatku. Semoga damai menyertai para pendengar sekalian. Terimalah salam kami dalam nama Allah pemberi damai yang menginginkan setiap orang mengerti dan mematuhi jalan kebenaran Allah yang telah dibuat, dan mendapatkan damai yang sejati bersama Dia selama-lamanya. Kami gembira bisa kembali lagi hari ini bersama anda untuk menyampaikan program tentang Jalan Kebenaran.
Pada seluruh studi kita mengenai tulisan-tulisan para nabi, kita melihat bahwa Allah suci dan benar, dan bahwa ia tidak bisa mentolerir dosa. Namun kita juga telah melihat bahwa Ia juga pengasih dan penyayang. Itu merupakan berita yang indah bagi kita, karena kita sangat membutuhkan pengasihan-Nya, karena kita telah menyakiti hati Tuhan. Pelanggara-pelanggaran dan dosa-dosa kita menjijikan bagi Tuhan dan dosa-dosa itu akan menghukum kita selama-lamanya apabila Allah tidak mengasihi kita!
Hari ini, kami bermaksud membaca dua perumpamaan yang Tuhan Yesus sampaikan kepada orang banyak. Melalui dua kisah yang menarik ini, kita akan belajar mengenai belas kasihan Allah yang besar, serta bagaimana orang-orang berdosa dapat menerima pengasihan itu.
Dalam perumpamaan yang pertama, kita akan melihat dua orang : Satu orang yang tidak menerima belas kasihan Allah dan yang satunya yang menerimanya. Yang seorang masuk dalam sekte Farisi yang amat taat dalam berdoa, berpuasa dan beramal. Dia sangat religius di mata manusia. Yang lainnya adalah seorang pemungut cukai, sehingga ia dianggap pendosa besar menurut pandangan manusia karena kebanyakan pemungut cukai tidak jujur.
Dengarkan kisah tentang orang Farisi dan pemungut cukai. Kita akan membaca dari kitab Injil Lukas pasal
18 yang berkata sebagai berikut :
Apa yang Yesus ingin ajarkan melalui perumpamaan yang singkat ini? Ringkasnya, Yesus mengajarkan bahwa Allah memperlihatkan belas kasihan-Nya kepada mereka yang mengakui ketidakbenaran mereka di hadapan-Nya, dan bahwa Ia menyahlakan mereka yang menganggap diri mereka benar dihadapan-Nya. Itulah yang dinyatakan kitab suci ketika berkata: " Allah menentang orang yang congkak tetapi mengasihi orang yang rendah hati."
(1 Pet 5:5) Apa yang manusia hargai,direndahkan oleh Allah. Dapatkah Allah menerima mereka yang memuji diri mereka sendiri dengan berpikir, "Aku adalah orang yang benar! Aku sembahyang! Aku berpuasa! Aku memberi sedekah! Aku pergi ke mesjid! Aku pergi ke gereja! Aku melakukan ini dan itu!" Apakah semua yang "Aku" ini itu, menyenangkan hati Allah? Sama sekali tidak. Hati Allah tidak akan senang karena kegiatan-kegiatan yang berasal dari keangkuhan.
Allah membenci hati yang sombong. Ingatkah saudara tentang Kain, anak Adam yang pertama, yang mencoba mendekati Allah melalui upayanya sendiri? Apakah Allah menerima korbannya? Tidak. Allah tidak menerimanya. Sahabat-sahabatku, Allah belum berubah. Sampai hari ini, hati Allah tidak akan bisa bahagia dengan usaha manusia sendiri, karena upaya-upaya kita tidak sempurna dihadapan-Nya. Apa yang Allah inginkan adalah kita harus mengakui kondisi kita yang berdosa, seperti pemungut cukaiyang memukul dadanya dan berkata, "Tuhan kasihanilah aku orang yang berdosa ini!" Adalah hati yang hancur seperti itu yang dapat menyebabkan Allah bersukacita. Tetapi Ia membenci mereka yang membandingkan diri mereka dengan orang lain, seperti orang Farisi,yang berkata kepada dirinya sendiri, "Tuhan aku bersyukur karena aku tidak sama seperti orang lain, perampok, pelaku kejahatan, pezinah—atau bahkan seperti pemungut cukai ini."
Apa yang gagal disadari orang Farisi itu adalah bahwa pada hari penghakiman, Allah tidak akan membandingkan kita dengan orang berdosa lainnya. Sebaliknya Ia akan membandingkan kita dengan hukum-Nya sendiri yang kudus dan sempurna yang menyatakan: Barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian depannya, ia bersalah terhadap seluruhnya (Yak 2:10). Tuhan yang mengatakan, "Engkau jangan berzinah" Juga mengatakan, " Engkau jangan berdusta." Kalau engkau tidak melakukan perzinahan, tetapi telah berdusta, maka engkau telah hukum Allah. Engkau tidak dapat masuk Sorga dihadirat Allah, karena kitab suci berkata: "Tetapi tidak akan masuk kedalamnya sesuatu yang najis atau orang yang melakukan kekejian atau dusta"(Wahyu 21:27). Itulah sebabnya anak-anak Adam memerlukan belas kasihan Allah.
Sahabat-sahabatku, sudahkah saudara, sebagaimana pemungut cukai dalam perumpamaan tesebut, menerima belas kasihan Allah? Atau, apakah saudara seperti orang Farisi itu yang masih mencoba berupaya menjadi benar dengan usaha sendiri?
Sekarang marilah kita membaca perumpamaan yang keduag memperlihatkan bahwa hati Allah penuh kasih, perasaan iba, seperti seorang bapa yang mengasihi anak-anaknya. Didalam Injil Lukas pasal 15, kita membaca:
Apa yang Allah ingin ajarkan kepada kita melalui perumpamaan yang menarik ini? Didalamnya kita melihat tiga orang; bapa, anak bungsu, dan anak sulung. Bapa dalam kisah tersebut mewakili Allah. Anak bungsu menggambarkan orang-orang berdosa yang bertobat dri dosa-dosanya dan berpaling kepada Allah untuk mendapatkan belas kasihan-Nya. Anak yang sulung menggambarkan orang-orang yang taat beragama yang menipu dirinya sendiri dengan mengira bahwa mereka benar dihadapan Allah. Pertama-tama marilah kita berpikir sedikit tentang anak bungsu yang mengikuti tabiat berdosa dengan gaya hidup liar di tanah jauh. Apa yang terjadi dengannya? Kita melihat bagaimana ia akhirnya mengakui bahwa ia telah menyakiti hati Allah dan manusia. Ia berdukacita karena dosa-dosanya dan bertobat katanya: " Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa; Aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa, jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." Jadi kita melihat bagaimana anak bungsu membelakangi kandang babi tersebut dan pergi menuju kerumah bapanya.
Bagaimana tentang bapa tersebut—apa yang dilakukannya? Apakah ia marah terhadap anaknya yang menghabiskan hartanya? Apakah ia mengambilnya kembali sebagai budak? Tidak! Yesus berkata,
" Tetapi ketika (anak bungsu tersebut) masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia berlari mendapatkan anaknya lalu merangkul dan mencium dia. Ayah itu berkata kepada hamba-hambanya, " Cepat Bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya, kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambil anak lembu tambun dan sembelilah ia. Marilah kita makan dan merayakannya, sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Apa yang harus kita pelajari dari hal ini? Kita dapat mempelajari bahwa Allah adalah persis seperti ayah yang penuh dengan pengasihan! Allah mengasihi orang-orang berdosa dan ingin menunjukan belas kasihan-Nya, namun Ia menunggu agar setiap orang berdosa bertobat dari dosanya dan mengikuti jalan kebenaran yang Ia telah tetapkan.
Mengenai anak sulung, kita hal yang ajaib. Anak tersebut tidak memiliki perasaan iba seperti yang dimiliki ayahnya. Sebaliknya ia menjadi marah dan menolak masuk kerumah dengan berkata kepada bapanya: " Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing agar aku dapat bersukacita dengan sahabat-sahabatku!" Apakah saudara mendengar apa yang dikatakan anak sulung itu? Ia berkata, telah bertahun-tahun aku melayani bapa seperti hamba! Tetapi, apa yang tidak dipahami oleh anak sulung itu ialah bahwa bapa tidak menginginkan seorang anak yang mau bekerja seperti seorang hamba. Apa yang ia inginkan adalah seorang anak yang mengasihinya dari hatinya serta gembira melakukan kehendak bapanya.
Sampai hari ini, banyak anak-anak Adam seperti anak sulung tersebut. Mereka menganggap diri mereka tidak lebih dari "budak Allah". Tetapi Allah tidak ingin kita menjadi seperti budak saja. Dia ingin agar kita menjadi seperti anak-anak-Nya. Itulah yang dinyatakan kitab Injil mengenai mereka yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dengan mengatakan: " Sebab kamu tidak merima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi tetapi kamu telah menerima roh yang menjadikan kamu anak Allah. Dan oleh karena itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" ( Roma 8: 15)
Sahabat-sahabatku, apakah saudara memandang diri saudara sebagai seorang hamba atau anak Allah? Bagaimana saudara melihat diri saudara dalam perumpamaan yang baru saja kita baca? Apakah saudara seperti anak bungsu yang mengakui dosanya dan menerima belas kasihan bapanya? Ataukah saudara seperti anak sulung yang bekerja seperti seorang hamba kepada bapanya. Allah tidak mengingikan saudara seperti seorang hamba yang takut pada tuannya. Apa yang Allah inginkan ialah agar saudara seperti anak yang mengasihi Bapa-Nya dan senang melaksanakan kehendak-Nya. Allah mengasihi saudara dan rindu menunjukan belas kasihan-Nya kepada saudara, tetapi Ia menunggu agar saudara bertobat dan kembali kepada-Nya. Itulah yang ditulis nabi Yesaya yang berkata: "Sebab itu Tuhan menanti-nantikan saatnya hendak menunjukan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab Tuhan adalah Allah yang adil. Berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia.(Yesaya 30:18)
Allah yang maha pengasih dan penyayang sedang menantikan saudara agar datang kepada-Nya, sama seperti sang ayah dalam perumpamaan menunggu anaknya yang bungsu untuk kembali kerumah. Allah menginginkan saudara bertobat dengan perasaan sedih dan kerendahan hati. Apabila saudara datang seperti ini kepada Allah serta mencari-Nya dengan sepenuh hati, maka saudara dapat merasa yakin akan bertemu dengan Allah yang memiliki hati sebagai seorang bapa yang penuh pengasihan dan perasa iba. Tetapi orang yang angkuh dan mencemoohkan kasih Allah yang besar boleh berharap mendapatkan penghakiman Allah tanpa belas kasihan.
Terima kasih saudara sudah mendengarkan siaran kami. Insya Allah, kita akan melanjutkan pelajaran kita tentang Injil untuk melihat bagaimana Yesus menghidupkan kembali seorang yang mati yang sudah dikuburkan selama empat hari!….
Semoga Allah mengaruniakan pemahaman terhadap apa yang telah kita pelajari hari ini. Dan ingat:
" Allah menentang orang yang congkak tetapi mengasihi orang yang rendah hati."
(1 Petrus 5: 5)